Saturday, October 4, 2008

Alat Alat Bantu Seks Zaman Prasejarah Ditemukan di Israel





NIGELGORING-MORRIS
Artefak batu yang menyerupai kelaim pria ditemukan dari situs pemakaman prasejarah di Israel.

TEL AVIV - Benda-benda prasejarah berbentuk kelamin manusia ditemukan dari sebuah makam kuno di Israel. Gua yang terletak di situs Kfar HaHoresh di dekat Nazareth tersebut berasal dari zaman batu antara 8500-6750 sebelum Masehi.

"Tempat tersebut tidak dihuni dan mungkin dipakai oleh penduduk sekitarnya sebagai lokasi penguburan dan pemujaan," ujar Nigel Goring-Morris, arkeolog dari Universitas Hebrew.

Sebab, di situs tersebut ditemukan kerangka manusia yang diletakkan dalam kuburan yang tidak biasa. Permukaan masing-masing kuburan ditutup semacam semen yang keras. Kuburan paling besar berukuran 10 meter x 20 meter.

Setidaknya terdapat 65 kerangka manusia yang ditemukan dari situs tersebut. Masing-masing diperkirakan berusia antara 20-30 tahun.

Salah satunya dikubur dengan aneh karena kerangkanya diletakkan di atas kerangka tujuh ekor hewan ternak. Kerangka manusia lainnya dikubur dengan rahang serigala. Hal tersebut mungkin menandakan perubahan nilai sosial di masa itu dari kegiatan berburu menjadi bertani dan beternak.

"Saat pertanian muncul dan berkembang, simbol-simbolnya juga turut serta," ujar Goring-Morris. Antara lain, mungkin disimbolkan dari artefak dari batu berbentuk alat kelamin tersebut.

Menurut Goring-Morris semua artefak yang ditemukan di sana hampir semuanya menyerupai kelamin pria. Tiruan alat kelamin pria yang menyerupai dildo (alat bantu seks) itu mungkin bagian dari sesajian. Sebab, penduduk yang mengenal pola bercocok tanam umumnya memuja dewi pertanian.

Para arkeolog Israel sebelumnya menemukan artefak-artefak yang menyerupai kelamin wanita pula. Namun, pada situs yang berbeda meskipun dari periode zaman yang sama. (WAH/National Geographic)

Prancis Angkat Fosil Mammoth Langka





LACOMBAT
Jenis mammoth dan evolusinya.

PARIS - Penemuan fosil tengkorak mammoth di Prancis sangat bernilai. Sebab, fosil tersebut berasal dari jenis mammoth yang langka dan merupakan peralihan dua spesies mammoth yang lebih sering dikenal selama ini.

Paleontolog bernama Frederic Lacombat dari Museum Croatier Prancis dan Dick Mol dari Museum Sejarah Nasional Rotterdam Belanda mulai melakukan penggalian pada 15 Agustus 2008 di kawasan Auvergne.

Mereka memperkirakan mammoth tersebut jenis mammoth stepa (Mammuthus trogontherii) yang hidup di zaman Peistocene Pertengahan antara 300.000-800.000 tahun lalu. Hewan yang perawakannya mirip gajah tersebut diperkirakan berumur 35 tahun saat tewas. Jenis ini dapat tumbuh hingga 3,7 meter.

Mammoth stepa diperkirakan peralihan antara mammoth selatan (Mammuthus meridionalis) yang hidup di zaman Pleistocene Awal antara 2,6 juta-800.000 tahun lalu dan mammoth berbulu (Mammuthus primigenius) yang hidup di zaman Pleistocene Akhir antara 300.000-4.000 tahun lalu.

Setiap spesies memiliki karakter berbeda. Mammoth selatan hidup di padang sabana dan termasuk hewan penjelajah. Makanannya dedaunan dan ranting pohon. Sementara mammoth padang rumput dan mammoth berbulu beralih makan rumput dilihat dari struktur gigi gerahamnya.

Hal tersebut mungkin bentuk adaptasi akibat terjadinya perubahan iklim. Saat lingkungan makin dingin dan kering pada zaman Pleistocene, sabana mulai menghilang dan berganti stepa yang lebih banyak padang rumput.

"Kami membutuhkannya untuk mengungkap apa yang kami sebut 'rantai yang hilang' dalam evolusi mammoth," ujar Mol. Sebelumnya, fosil mammoth stepa beberapa kali ditemukan namun hanya dapat dipelajari dari sisa giginya, jarang sekali yang ditemukan lengkap dengan tengkorak yang utuh.

Karena itu, ekskavasi dan pemindahan fosil tengkorak mammoth yang langka tersebut pada Minggu (7/9) dilakukan dengan penuh hati-hati. Tengkorak dikeluarkan dari dalam tanah dalam kondisi utuh dan diangkut menggunakan crane ke atas trailer yang membawanya ke Museum Croatier Perancis. Mulai 2010, fosil tersebut akan dipamerkan keliling dunia setelah dipelajari secara menyeluruh. (WAH/BBC/Kompas.com)

Ratusan Manuskrip Kuno Terancam Punah

PADANG - Ratusan manuskrip kuno berusia ratusan tahun yang tersimpan di surau-surau di Sumatera Barat, terancam punah karena kondisi manuskrip itu yang sangat tidak terawat. Sebagian manuskrip bahkan sudah diperdagangkan sampai ke luar negeri.

Filolog Universitas Andalas, M Yusuf, Selasa (9/9), mengatakan manuskrip yang hampir punah itu tidak dirawat oleh pemilik atau pewarisnya.

"Ada banyak hal mengapa manuskrip tidak terawat, antara lain karena ketidaktahuan para pemilik atas arti penting manuskrip. Sebagian orang bahkan menggunakan manuskrip untuk jimat," tutur Yusuf.

Hingga kini, tidak banyak pihak yang menaruh perhatian atas manuskrip kuno, termasuk pemerintah daerah.

ISTANA MAJAPAHIT BELUM DITEMUKAN





KOMPAS/INGKI RINALDI
Seorang peneliti membersihkan bagian bangunan berupa kanal air peninggalan Kerajaan Majapahit di sit

KEDIRI - Para peneliti sampai sekarang masih kesulitan untuk menemukan lokasi keberadaan Istana Kerajaan Majapahit. "Penelitian yang dilakukan oleh empat perguruan tinggi kemarin, hanya menemukan pusat kota dan pusat sakral zaman Majapahit. Kalau istana kerajaannya belum ditemukan," kata Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, I Made Kusumajaya di Kediri, Kamis (11/9).

Lebih lanjut dia menjelaskan, pusat kota yang ditemukan tim peneliti dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Universitas Indonesia (UI) Jakarta, dan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu, adalah sebuah wilayah seluas 4 x 5 kilometer di Desa Segaran, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Selain itu, juga ditemukan kawasan seluas 11 x 9 kilometer yang dianggap sebagai pusat kegiatan sakral masyarakat di zaman Majapahit dulu.

Dalam penelitian tersebut, empat perguruan tinggi negeri terkemuka itu juga berhasil menemukan sebuah batu kuno setebal 80 sentimeter, yang diduga merupakan pagar bangunan zaman Majapahit saat diperintah Raja Hayam Wuruk. "Memang istana Kerajaan Majapahit itu diperkirakan ada di sekitar Segaran, tetapi kami belum bisa memastikannya, karena belum ditemukan adanya (sisa-sisa) istana di situ," katanya menambahkan.

Made menilai, ada keunikan terkait alasan Majapahit membangun lokasi kerajaannya di sekitar kawasan Trowulan itu. "Kalau kami teliti lebih jauh, ternyata itu bagian dari strategi yang diterapkan Hayam Wuruk agar tidak mudah diserang oleh musuh, karena biasanya pusat kerajaan di zaman dulu itu selalu berada di kawasan pantai yang memudahkan musuh menyerang dengan armada lautnya," katanya.

Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh empat perguruan tinggi itu, sampai sekarang baru mencapai sekitar 20 persen. Menurut Made, penelitian sekarang ini difokuskan pada perilaku masyarakat Majapahit. "Para peneliti membandingkan perilaku masyarakat Majapahit itu dengan perilaku masyarakat Bali, karena memang ada kemiripan," katanya.
(ant/kompas.com)

SWISS KEMBALIKAN MATA FIRAUN KE MESIR




IST
Raja Amenhotep III

KAIRO - Swiss akan mengembalikan sebuah "mata" Firaun yang dicuri 36 tahun silam dari patung Raja Amenhotep III, menteri kebudayaan Mesir mengumumkan Rabu.

"Mata tersebut panjangnya sekitar 50 sentimeter dan dicuri dari patung Amenhotep III, yang ditemukan pada 1970 di kuilnya di Luxor, kata Faruk Hosni dalam suatu pernyataannya.

Mata itu dicuri pada 1972 ketika kebakaran terjadi di dekat kuilnya. "Para pencuri menjualnya kepada seorang pedagang barang antik Amerika yang kemudian melelang mata raja Mesir kuno itu di Sotheby’s," katanya.

Di sana, mata itu dibeli oleh seorang pedagang barang antik Jerman sebelum akhirnya disimpan di sebuah museum di Basel, Swiss. "Museum Swiss itu menyetujui untuk mengembalikan mata Amenhotep III tanpa syarat kepada Mesir," kata pejabat tinggi urusan barang antik Mesir, Zahi Hawass.

Amenhotep III berkuasa di Mesir selama 40 tahun selama pemerintahan dinasti ke-18 atau pada 1550-1292 SM. Masa pemerintahannya diyakini para pakar sebagai salah periode keemasan dalam sejarah Mesir kuno. (ANT/AFP)

FOSIL UNTA KERDIL BERUSIA SEJUTA TAHUN

DAMASKUS - Sejuta tahun yang lalu, di Syria mungkin hidup unta kerdil. Hal tersebut dapat dirunut dari temuan rahang unta purba yang ukurannya jauh lebih kecil daripada unta yang hidup saat ini.


"Fosil tersebut ditemukan bulan lalu di dekat Desa Khowm di daerah Palmyra, sekitar 240 kilometer timur laut Damaskus," kata Heba al-Sakhel, kepala Museum Nasional Syria yang juga salah satu anggota arkeolog gabungan dari Syria dan Swiss.

Ia mengatakan rahang yang ditemukan sangat kecil dibandingkan unta normal sehingga patut diduga sebagai spesies baru. Meski demikian, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan hal itu.

"Kita akan mencari tulang lainnya sebelum meyakinkan bahwa ini spesies baru," tambahnya.

Arkeolog lainnya dari Swiss, Jean Marie, mengatakan bahwa fosil yang ditemukan merupakan tulang unta tertua yang pernah digali di wilayah Timur Tengah, bahkan di seluruh dunia.

Penemuan tersebut mengejutkan karena tahun lalu di Syria justru ditemukan fosil unta purba raksasa. Unta yang diperkirakan hidup 100.000 tahun lalu itu memiliki tinggi antara 3-4,5 meter atau dua kali lipat tinggi unta umumnya.

Dengan temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa kawasan gurun di Syria mungkin menjadi habitat unta dari generasi ke generasi, dari unta kerdil hingga unta raksasa.

"Ini penemuan penting, dapat memberikan petunjuk penting tentang evolusi binatang," ujar Marie.(kompas.com

KUIL DAN PATUNG RAMSES II DITEMUKAN DI KAIRO





Three Lions/Getty Images
Kepala patung raksasa Ramses II yang dipindahkan dari Kairo ke piramid dekat lokasi aslinya.

KAIRO — Tim arkeolog Mesir menemukan sebuah kuil dan potongan patung raksasa sosok Firaun paling terkenal dalam sejarah Mesir, Ramses II. Seperti dilaporkan kantor berita Mesir, MENA, Senin (15/9), penemuan tersebut tak terduga karena terdapat di pusat ibu kota Kairo.

Kuil yang dibangun pada dinasti ke-19 Raja Ramses II ditemukan di daerah Ain Shams, bagian timur Kairo, Mesir. Tim arkeolog juga menemukan bagian patung Ramses II dan bongkah batuan berukuran besar yang dipakai untuk membangun kuil.

Ramses II menguasai Mesir selama 68 tahun pada 1304-1237 sebelum Masehi. Ia dikenal sebagai raja yang senang membangun patung dan monumen dirinya di sekeliling wilayah kekuasaannya.

Salah satunya patung Ramses II setinggi 11 meter seberat 100 ton dari bahan granit merah yang sempat menjadi landmark Kairo. Namun, patung tersebut telah dipindahkan dari kota yang berpolusi tinggi ke dekat piramid dekat lokasi penemuannya.

Selain itu, Ramses II juga menyiapkan proses mumifikasinya dengan sangat mewah. Mumi yang saat ini dipamerkan di Museum Nasional Kairo merupakan salah satu tujuan wisata paling menarik di Mesir. (kompas.com)

ANEH, SITUS PURBAKALA BATU KUYA HILANG





DOK.KSB
Situs Batu Kuya diangkut kontainer saat melintas di Desa Pasir Madang, Selasa (23/9).

BOGOR - Sebuah batu purbakala peninggalan Kerajaan Tarumanegara seberat 6 ton ”hilang” dari lokasi situsnya di hutan lindung Haur Bentes, Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Batu yang dikenal masyarakat dengan nama ”Batu Kuya” itu diangkut menggunakan kontainer.

Dinamakan Batu Kuya karena batu raksasa tersebut bentuknya mirip kura-kura atau dalam bahasa Sunda disebut ”kuya”. Batu tersebut berdiameter sekitar 3 meter dan tinggi sekitar 4 meter. Pada bagian ujungnya terdapat benjolan seperti kepala kura-kura.

Hilangnya situs peninggalan abad IV atau ke V tersebut terlambat diketahui aparat setempat. Namun, saat pemindahan batu situs tersebut dengan menggunakan alat-alat berat dan diangkut truk tronton, Selasa (23/9), banyak anggota masyarakat yang melihatnya.

”Begitu mendapat laporan dari masyarakat, Kamis (25/9), kami langsung ke lokasi, namun truk tronton sudah tidak ada. Kami kejar ke Kecamatan Leuwiliang juga sudah tidak ada. Kami mendengar truk tronton tersebut sudah ada di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan batu situs akan dikirim ke luar negeri,” kata Kepala Bidang Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor Boy Gyawarman di Bogor, Jumat (26/9).

Menurut Gyawarman, hilangnya situs batu kuya dari tempatnya sudah dilaporkan ke Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Kabupaten Serang, yang mengawasi kelestarian situs-situs sejarah/purbakala di Jawa Barat dan Banten. Laporan serupa juga disampaikan ke Direktorat Peninggalan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

”Menurut pejabat di direktorat itu, dipastikan situs batu purbakala ini masih berada di Indonesia,” katanya.

Gyawarman menambahkan, pihaknya memang sudah mencatat keberadaan situs purbakala di hutan lindung Haur Bentes, Kecamatan Sukajaya. Ada beberapa situs di kawasan hutan lindung tersebut yang berada di permukaan tanah.

”Namun, identifikasi dan deskripsi terhadap situs-situs yang ada belum dilakukan karena anggaran yang sangat terbatas,” ujarnya.

Meski demikian, situs tersebut kemungkinan besar peninggalan Kerajaan Tarumanegara, yang merupakan kerajaan tertua di Nusantara. Kerajaan Hindu yang didirikan Rajadirajaguru Jayasingawarman tahun 358 Masehi ini meninggalkan tujuh prasasti yang tersebar di Bogor dan Jakarta.

Dibuat jalan

Sejumlah anggota masyarakat yang menyaksikan pemindahan batu tersebut mengatakan, alat-alat berat dikerahkan untuk mengangkut batu situs tersebut. Untuk menuju lokasi situs di kawasan hutan lindung Haur Bentes juga dibuat jalan selebar 3 sampai 4 meter.

Ukat Sukatma, tokoh adat Sindang Barang dan pemerhati situs-situs di Bogor, mengatakan terkejut ketika melihat truk tronton mengangkut batu situs. Apalagi ketika melihat ”kepala kuya” atau kurang-kura dipotong untuk memudahkan pengangkutan. ”Namun, saya tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.

Di sekitar kawasan hutan lindung tersebut juga terdapat situs-situs lainnya, seperti yang berbentuk buaya dan orang. Namun, semua situs tersebut dibiarkan telantar. (RTS/Kompas)

DINOSAURUS SEBESAR BUS BERNAFAS SEPRTI BURUNG

National Geographic
Aerosteon riocoloradensis, fosilnya menunjukkan kemiripan dengan struktur tulang burung, terutama da


CHICAGO--- Sejenis dinosaurus pemakan daging yang hidup sekitar 85 juta tahun lalu diduga bernafas layaknya burung yang hidup saat ini. Hasil penelitian terhadap fosilnya itu memperkuat keyakinan bahwa dinosaurus berkerabat dengan burung modern.

Penemuan tersebut juga memberi pengetahuan baru mengenai tahapan evolusi theropoda (jenis dinosaurus berkaki dua) menjadi burung. Banyak ilmuwan meyakini bahwa burung merupakan keturunan sejenis theropoda yang disebut maniraptor, pada 150 juta tahun lalu pada periode Jurassic, dan hidup sekitar 206 juta hingga 144 juta tahun lalu.

"Ini adalah salah satu bukti yang melengkapi data-data bahwa burung berkerabat dengan dinosaurus," ujar Jeffrey Wilson, paleontolog dari Universitas Michigan.

Dino terbang?

Disebut Aerosteon riocoloradensis, dinosaurus berkaki dua ini tingginya mencapai 2,5 meter dengan panjang tubuh mencapai 9 meter, sepanjang sebuah bus.

Bersama paleontolog dari Universitas Chicago, Paul Sereno dan lainnya, Wilson menemukan fosil kepala A. riocoloradensis dalam ekspedisi tahun 1996 di Argentina. Mereka kemudian membersihkan fosil tersebut lalu memindainya dengan komputer tomography.

Hasilnya, ditemukan lubang kecil di tulang belakangnya, tulang dada, dan tulang pinggul yang menuju pada rongga-rongga. Saat dinosaurus itu hidup, rongga-rongga tersebut sepertinya terhubung dengan otot-otot halus dan berisi udara. Nah, rongga-rongga ini mirip sekali dengan rongga yang ditemukan pada tulang burung masa kini.

Walau tidak ada bukti bahwa dinosaurus jenis itu memiliki bulu atau bisa terbang seperti burung saat hidup, namun setidaknya diketahui mereka bernafas seperti burung.

Burung memiliki paru-paru yang tidak membesar atau berkontraksi seperti paru-paru mamalia. Mereka memiliki kantung-kantung udara yang memompa udara ke paru-paru. Itu sebabnya burung bisa terbang lebih tinggi dibanding kelelawar, yang seperti mamalia lainnya terpaksa mengembangkan paru-parunya untuk mendapatkan proses bernafas yang efisien. Kantung-kantung udara ini juga membuat tulang burung lebih ringan sehingga terbang pun lebih mudah.

Beban yang ringan

Wilson dan rekan-rekannya menduga tulang yang berongga dan kemungkinan adanya kantung udara memiliki tujuan tertentu, misalnya membuat dinosaurus itu bisa bernafas dengan efisien.

Dengan bobot setara dengan seekor gajah, Aerosteon mungkin memanfaatkan rongga-rongga itu untuk mengusir panas dari tubuhnya. Keuntungan lain adalah untuk mengurangi beratnya, tanpa menganggu kekuatan.

Sebelumnya, fosil-fosil dari dinosaurus lain menunjukkan beberapa kemiripan dengan burung, meski belum ada bukti pasti adanya fosil dinosaurus pemakan daging yang memiliki kantung udara di tulang dadanya.

Sebagai contoh, penelitian sebelumnya menunjukkan dinosaurus maniraptor seperti velociraptor dan tyrannosaurus memiliki struktur tulang yang menggerakkan rusuk dan tulang dada saat bernafas, persis seperti pada burung.

Para peneliti juga menemukan kantung-kantung udara di tulang belakang sauropoda, dinosaurus pemakan tanaman yang memiliki leher dan ekor panjang. Mereka ini hidup pada periode Triassic akhir dan pertengahan Jurassic, sekitar 180 juta tahun lalu.(kompas.com)

Wednesday, September 3, 2008

PERAHU KUNO BENDA CAGAR BUDAYA DI DESA PIUNJULHARJO




KOMPAS/AGUS SUSANTO
Perahu kuno ditemukan warga akhir Juli 2008 di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang,
Kabupaten Rembang

REMBANG - Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah atau BP3J menetapkan perahu kuno yang ditemukan di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, sebagai benda cagar budaya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dengan demikian, perahu tersebut menjadi benda yang dilindungi dan dilestarikan.

Sekretaris Daerah Kabupaten Rembang Hamzah Fatoni di Rembang, Senin (1/9), mengatakan, BP3J menetapkan perahu kuno sebagai benda cagar budaya melalui surat Kepala BP3J Nomor 1480/101-SP/BP3/P-VIII/ 2008. Pemkab Rembang menerima surat itu pada 19 Agustus dan segera membahasnya dengan sejumlah instansi terkait.

Pembahasan itu menghasilkan dua opsi, yaitu menetapkan lokasi penemuan perahu kuno sebagai kawasan konservasi atau merelokasi perahu itu ke museum rumah dinas bupati. Kedua opsi itu mengarah pada gagasan tempat pembelajaran peninggalan budaya dan sejarah maritim. ”Meskipun begitu, kami tetap harus meminta pertimbangan dari BP3J terkait pilihan opsi itu,” kata Hamzah.

Dalam surat itu, BP3J memberikan rekomendasi kepada Pemkab Rembang. Pemkab perlu mengadakan penelitian historis-arkeologis yang komprehensif dan kolaboratif antardisiplin ilmu, seperti ahli arkeologi, geologi, maritim, sejarah, dan teknisi. ”Biaya penelitian dan perawatan perahu itu akan kami usulkan dalam APBD Perubahan nanti. Yang pasti, Pemkab Rembang punya komitmen untuk melindungi dan meneliti perahu itu,” katanya.

Saat ini, ujarnya, BP3J telah merumuskan sejarah perahu. Pihak BP3J memperkirakan, perahu itu berasal dari Kalimantan, mengingat kayu kapal itu mirip dengan kayu ulin yang banyak ditemukan di Kalimantan.

Di Kalimantan Selatan, ada hikayat Banjar dan Tutur Candi yang menceritakan berdirinya kerajaan Hindu-Budha. Dalam hikayat itu, dikisahkan tentang kontak perdagangan antara Jawa dan Kalimantan Selatan.

Secara terpisah, Bagian Pengembang Komunitas Pencinta Kapal Tradisional Rembang, Rasnadi, menyambut baik upaya Pemkab Rembang meneliti perahu kuno. Penelitian itu dapat menjadi pembelajaran tentang perahu-perahu kuno yang pernah hadir di lautan nusantara.

”KNKT berharap media pembelajaran sejarah maritim di Rembang diperkuat, mengingat salah satu perekonomian Rembang ditopang industri perikanan dan galangan kapal rakyat,” katanya. (kompas.com)

ARCA MAJAPAHIT DITEMUKAN DI KUBURAN

SUKOHARJO - Sebuah arca berumur ratusan tahun, diduga peninggalan zaman Kerajaan Majapahit, Minggu (31/8) ditemukan warga Sukoharjo saat menggali kubur di pemakaman umum Turi Loyo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.

"Tempat penemuan arca diduga merupakan kawasan pemandian dan pemujaan, tetapi sekarang berubah menjadi tempat pemakaman umum," kata Agus Riyanto warga yang tinggal dekat pemakaman tersebut kepada wartawan, Senin (1/9).

Ia mengatakan, tempat pemakaman umum Puri Loyo setelah ada berita penemuan arca mendadak ramai dikunjungi warga. Mereka datang bukan untuk nyadran atau membersihkan makam menjelang Ramadan, tetapi melihat proses pengangkatan arca.

"Lokasi penemuan arca berukuran lebar satu meter dan tinggi sekitar satu meter tersebut berada pada kedalaman sekitar satu setengah meter," katanya.

Arca itu bentuknya menyerupai umpak atau bagian bawah tiang, yang ada di candi atau bangunan joglo. Hanya saja di salah satu sisinya terdapat pahatan yang menggambarkan kera naik gajah.

"Kondisi arca pada bagian umpak masih utuh, sedangkan pahatan patung kera naik gajah sudah tidak utuh. Arca tersebut setelah dibersihkan akan disimpan di padepokan Wijaya Kusuma, sebagai bentuk pelestarian budaya," kata Agus. (ant)

Print

Saturday, August 30, 2008

FOSIL HEWAN BERUSIA 700 RIBU TAHUN DITEMUKAN DI SRAGEN




KOMPAS-ARDUS SAWEGA
Tanduk kerbau purba sepanjang dua meter ini tersimpan di Museum Sangiran.

SRAGEN - Fosil kepala hewan dari keluarga Bovidae ditemukan di belakang rumah seorang warga, saat menggali lubang untuk tempat pembuangan kotoran (septic tank) di Dusun Padas, Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Bovidae meliputi hewan berkaki empat seperti sapi, kerbau, banteng, dan lainnya.

Fosil hewan yang diperkirakan kerbau itu ditemukan di kedalaman dua meter oleh seorang pekerja, Supratikto (40), saat menggali tanah. Oleh pemilik rumah, Sukamdi (45), temuan ini dilaporkan ke Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.

Meski ukuran fosil belum bisa ditentukan karena kendala kerasnya lapisan tanah yang memperlama proses penggalian, menurut konservator dari Laboratorium Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMS), Gunawan, fosil diperkirakan berasal dari masa Plistosen Tengah atau 700.000-125.000 tahun yang lalu.

Pada saat hampir bersamaan, BPSMS juga melakukan pemindahan 3.000 koleksi fosil dari Museum Miri ke Museum Situs Manusia Purba Sangiran. Koleksi ini, menurut arkeolog dari BPSMS Anjarwati Sri Sayekti, berasal dari penggalian tahun 1989-1998 dan terdiri dari, antara lain fosil Cervidae (keluarga rusa), Bovidae, dan bola batu. Museum Miri yang berlokasi di kompleks Sekolah Dasar Girimargo I terletak 15 kilometer dari Museum Sangiran. (Sri Rejek/kompas.com_30 Agustus 2008)

KOTA HILANG AMAZON DITEMUKAN DI UPPER XINGU




IST
Perkampungan penduduk terasing di Upper Xingu, Amazon

WASHINGTON - Suatu kawasan cekungan di dekat sungai Amazon pernah menjadi pemukiman yang padat yang dihuni sekitar 15.000 orang di masa lalu. Saat ini, di wilayah yang disebut Upper Xingu di Brazil barat merupakan hutan yang lebat, namun jejak peradaban masa lalu dengan jelas ditemukan di sana.

Para peneliti menemukan pola jalan dan bangunan yang teratur dan kompleks mengelilingi suatu pelataran luas yang diperkirakan sebagai plasa, pusat kota. Di kawasan tersebut ditemukan bukti-bukti bekas kegiatan pertanian, pengaturan perairan, bahkan peternakan ikan.

"Pada dasarnya ini bukan perkotaan, namun akibat urbanisasi yang terjadi di sekitar pemukiman penduduk," ujar Profesor Mike Heckenberger, dari Universitas Florida, AS. Namun, para pemukim di sana telah menjalankan organisasi yang rapi dan perencanaan yang baik.

Pemukiman kuno tersebut mungkin dibangun pada abad ke-15 sebelum orang-orang Eropa mulai memasuki Benua Amerika. Di kawasan pemukiman yang diperkirakan seluas 60 hektare tersebut mungkin hidup tak kurang dari 50.000 orang.

Untuk menemukan jejak "kota yang hilang", para peneliti dari As dan Brazil dipandu anggota Suku Kuikoru, suku asli hutan Amazon yang mengaku sebagai keturunan penghuni kawasan tersebut.

Saat ditelusuri kembali, bagian-bagian kota hanya dapat dilihat dari struktur tanah berwarna gelap dibandingkan sekitarnya yang merupakan bekas sampah permukiman. Mereka juga menemukan bekas tembikar dan bahan baku kerajinan tanah liat.

Sementara untuk melihat bentuk kota secara keseluruhan, para peneliti memanfaatkan citra satelit dan GPS. Butuh 10 tahun untuk memetakan kembali kota kuno tersebut sebelum dipublikasikan dalam jurnal Science edisi terbaru. (WAH/AP)

* * * * *

Scientists find ancient lost settlements in Amazon

WASHINGTON (Reuters) - A vast region of the Amazon forest in Brazil was home to a complex of ancient towns in which about 50,000 people lived, according to scientists assisted by satellite images of the region.

The scientists, whose findings were published on Thursday in the journal Science, described clusters of towns and smaller villages connected by complex road networks and housing a society doomed by the arrival of Europeans five centuries ago.

European colonists and the diseases they brought with them probably killed most of the inhabitants, the researchers said. The settlements, consisting of networks of walled towns and smaller villages organized around a central plaza, are now almost entirely overgrown by the forest.

"These are not cities, but this is urbanism, built around towns," University of Florida anthropologist Mike Heckenberger said in a statement.

"If we look at your average medieval town or your average Greek polis, most are about the scale of those we find in this part of the Amazon. Only the ones we find are much more complicated in terms of their planning," Heckenberger added.

Helped by satellite imagery, the researchers spent more than a decade uncovering and mapping the lost communities.

Prior to the arrival of Europeans starting in 1492, the Americas were home to many prosperous and impressive societies and large cities. These findings add to the understanding of the various pre-Columbian civilizations.

The existence of the ancient settlements in the Upper Xingu region of the Amazon in north-central Brazil means what many experts had considered virgin tropical forests were in fact heavily affected by past human activity, the scientists said.

The U.S. and Brazilian scientists worked with a member of the Kuikuro, an indigenous Amazonian people descended from settlements' original inhabitants.

(Reporting by Will Dunham; Editing by Maggie Fox)

DITEMUKAN NASKAH KUNO LETUSAN KRAKATAU 1883

JAKARTA - Jauh sebelum peneliti asing menulis tentang meletusnya Gunung Krakatau (Krakatoa, Carcata) tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, seorang pribumi telah menuliskan kesaksiaan yang amat langka dan menarik, tiga bulan pascameletusnya Krakatau, melalui Syair Lampung Karam. Peneliti dan ahli filologi dari Leiden University, Belanda, Suryadi mengatakan hal itu kepada Kompas di Padang, Sumatera Barat, dan melalui surat elektroniknya dari Belanda, Minggu (31/8).

"Kajian-kajian ilmiah dan bibiliografi mengenai Krakatau hampir-hampir luput mencantumkan satu-satunya sumber pribumi tertulis, yang mencatat kesaksian mengenai letusan Krakatau di tahun 1883 itu. Dua tahun penelitian, saya menemukan satu-satunya kesaksian pribumi dalam bentuk tertulis, " katanya. Sebelum meletus tanggal 26, 27, dan 28 Agustus 1883, gunung Krakatau telah batuk-batuk sejak 20 Mei 1883. Letusan dahsyat Krakatau menimbulkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan sekitar 36.000 orang.

Sebelum meletus tahun 1883, Gunung Krakatau telah pernah meletus sekitar tahun 1680/1. Letusan itu memunculkan tiga pulau yang saling berdekatan; Pulau Sertung, Pulau Rakata Kecil, dan Pulau Rakata. Suryadi menjelaskan, selama ini yang menjadi bacaan tentang letusan Gunung Krakatau adalah laporan penelitian lengkap GJ Symons dkk, The Eruption of Krakatoa and Subsequent Phenomena: Report of the Krakatoa Committee of the Royal Society (London, 1883).

Sedangkan sumber tertulis pribumi terbit di Singapura dalam bentuk cetak batu (litography) tahun 1883/1884. Kolofonnya mencatat 1301 H (November 1883-Oktober 1884). Edisi pertama ini berjudul Syair Negeri Lampung yang Dinaiki oleh Air dan Hujan Abu (42 halaman). " Tak lama kemudian muncul edisi kedua syair ini dengan judul Inilah Syair Lampung Dinaiki Air Laut (42 halaman). Edisi kedua ini juga diterbitkan di Singapura pada 2 Safar 1302 H (21 November 1884), " paparnya.

Edisi ketiga berjudul Syair Lampung dan Anyer dan Tanjung Karang Naik Air Laut (49 halaman), yang diterbitkan oleh Haji Said. Edisi ketiga ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 27 Rabiulawal 1301 H (3 Januari 1886). Dalam beberapa iklan, edisi ketiga ini disebut Syair Negeri Anyer Tenggelam. " Edisi keempat syair ini, edisi terakhir sejauh yang saya ketahui, berjudul Inilah Syair Lampung Karam Adanya (36 halaman). Edisi keempat ini juga diterbitkan di Singapura, bertarikh 10 Safat 1306 H (16 Oktober 1888)," ungkap Suryadi, yang puluhan hasil penelitiannya telah dimuat di berbagai jurnal internasional.

Menurut Suryadi, khusus teks keempat edisi syair itu ditulis dalam bahasa Melayu dan memakai aksara ArabMelayu (Jawi). Dari perbandingan teks yang ia lakukan, terdapat variasi yang cukup signifikan antara masing-masing edisi. Ini mengindikasikan pengaruh kelisanan yang masih kuat dalam tradisi keberaksaraan yang mulai tumbuh di Nusantara pada paroh kedua abad ke-19. Suryadi yang berhasil mengidentifikasi tempat penyimpanan eksemplar seluruh edisi Syair Lampung Karam yang masih ada di dunia sampai saat ini menyebutkan, Syair Lampung Karam ditulis Muhammad Saleh.

Ia mengaku menulis syair itu di Kampung Bangkahulu (kemudian bernama Bencoolen Street) di Singapura. " Muhammad Saleh mengaku berada di Tanjung Karang ketika letusan Krakatau terjadi dan menyaksikan akibat bencana alam yang hebat itu dengan mata kepalanya sendiri. Sangat mungkin si penulis syair itu adalah seorang korban letusan Krakatau yang pergi mengungsi ke Singapura, dan membawa kenangan menakutkan tentang bencana alam yang mahadahsyat itu," katanya.

Bisa direvitalisasi

Suryadi berpendapat, Syair Lampung Karam dapat dikategorikan sebagai syair kewartawanan, karena lebih kuat menonjolkan nuansa jurnalistik. Dalam Syair Lampung Karam yang panjangnya 38 halaman dan 374 bait itu, Muhammad Saleh secara dramatis menggambarkan bencana hebat yang menyusul letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Ia menceritakan kehancuran desa-desa dan kematian massal akibat letusan itu. Daerah-daerah seperti Bumi, Kitambang, Talang, Kupang, Lampasing, Umbulbatu, Benawang, Badak, Limau, Lutung, Gunung Basa, Gunung Sari, Minanga, Tanjung, Kampung Teba, Kampung Menengah, Kuala, Rajabasa, Tanjung Karang, juga Pulau Sebesi, Sebuku, dan Merak luluh lantak dilanda tsunami, lumpur, dan hujan abu dan batu.

Pengarang menceritakan, betapa dalam keadaan yang memilukan dan kacau balau itu orang masih mau saling tolong menolong satu sama lain. Namun, tak sedikit pula yang mengambil kesempatan untuk memperkaya diri sendiri dengan mengambil harta benda dan uang orang lain yang ditimpa musibah. Selain menelusuri edisi-edisi terbitan Syair Lampung Karam yang masih tersisa di dunia sampai sekarang, penelitian Suryadi juga menyajikan transliterasi (alih aksara) teks syair ini dalam aksara latin.

"Saya berharap Syair Lampung Karam dapat dibaca oleh pembaca masa kini yang tidak bisa lagi membaca aksara Arab-Melayu (Jawi). Lebih jauh, saya ingin juga membandingkan pandangan penulis pribumi (satu-satunya itu) dengan penulis asing (Belanda/Eropa) terhadap letusan Gunung Krakatau," jelas Suryadi.

Peneliti dan dosen Leiden University ini menambahkan, teks syair ini bisa direvitalisasi untuk berbagai kepentingan, misalnya di bidang akademik, budaya, dan pariwisata. Salah satunya adalah kemungkinan untuk mengemaskinikan teks Syair Lampung Karam itu dalam rangka agenda tahunan Festival Krakatau. Juga dapat direvitalisasi dan diperkenalkan untuk memperkaya dimensi kesejarahan dan penggalian khasanah budaya dan sastra daerah Lampung. (Yurnaldi/Kompas.com-31 Agustus 2008)

Ikan Purba Punya Sepasang Mata Atas-Bawah



Fosil heteronectes chaneti yang ditemukan di lapisan lempung di utara Italia

ARKEOLOGI - Di mana-mana ikan punya sepasang mata. Ikan yang bertubuh pipih memiliki sebuah mata masing-masing di kedua sisinya. Sementara yang bertubuh bulat, mislanya lele, kedua matanya ada di bagian atas kepalanya.

Namun, 50 juta tahun lalu terdapat ikan yang memiliki susunan mata berbeda. Salah satunya di bagian atas dan lainnya di bawah. Makhluk yang hanya dapat dipelajari dari fosil-fosilnya itu mungkin nenek moyang ikan yang dapat mengungkap proses evolusinya di perairan.

"Apa yang kami temukan adalah bentuk peralihan," ujar Matt Friedman, peneliti dari Field Museum di Chicago, AS yang melaporkan hasil analisisnya dalam jurnal Nature edisi terbaru. Penemuan fosil tersebut juga menguatkan pendapat bahwa tubuh ikan yang pipih mungkin akibat adaptasi secara bertahap.

Apalagi, tidak hanya satu jenis ikan yang memiliki ciri khas tubuh seperti itu. Friedman menemukan dua spsimen berbeda di lapisan lempung di utara Italia. Masing-masing diberi nama spesies Heteronectes chaneti dan Amphistium paradoxum. Dari situs di Paris, Perancis juga ditemukan spesies lainnya, Amphistium altum.

Fosil-fosil tersebut sebenarnya telah ditemukan sejak lebih dari 100 taun lalu dan tersimpan di sejumlah museum di Inggris, Perancis, dan Austria. Namun, tidak disadari karena dianggap sama seperti ikan pada umumnya.

Padahal, setelah diamati lebih mendalam, kedua matanya tidak simetris. Posisi kedua mata yang menyebar ke samping mungkin membantunya melihat mangsa saat bermigrasi dari penjelajah dasar perairan ke permukaan.

Ikan yang panjangnya sekitar 30 centimeter dari ujung moncong hingga sirip ekor diperkirakan hidup di perairan dangkal di Eropa pada Zaman Eocene. Saat itu kondisi permukaan Bumi mulai hangat dan menjadi zaman bekrmebangnya mamlia air seperti paus serta burung. (Sumber : kompas.com/WAH_Tribun Kaltim_14 Juli 2008)

Konsep Wisata Sangiran Jangan Sampai Merusak



Situs manusia purba Sangiran di Kabupaten Sragen ditetapkan sebagai destinasi wisata unggulan.

ARKEOLOGI - Situs manusia purba Sangiran di Kabupaten Sragen ditetapkan sebagai destinasi wisata unggulan. Sangiran yang ditetapkan sebagai warisan budaya dunia mewakili sejarah budaya dan manusia purba selama 1,8 juta tahun tanpa putus. Sangiran juga menjadi satu dari tiga pusat evoluasi manusia purba selain situs serupa di Afrika dan China.

Penetapan Sangiran sebagai destinasi unggulan dimaksudkan untuk mendukung percepatan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara yang tahun ini ditargetkan mencapai tujuh juta orang. Ini terungkap dalam seminar sehari Pengembangan kawasan Sangiran sebagai warisan budaya dunia mendukung akselerasi peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara tujuh juta tahun 2008 di Kota Solo, Senin (14/7).

Hadir dalam acara ini, antara lain Deputi Sekretariat Wakil Presiden Azyumardi Azra, Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Firmansyah Rahim, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman, Direktur Peninggalan Purbakala Suroso, dan Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz.

Arief Rachman mengingatkan agar pengembangan Sangiran sebagai destinasi unggulan tidak melupakan Sangiran sebagai warisan budaya dunia yang unik dan tak tergantikan. Pengembangan Sangiran harus sensitif terhadap tiga kriteria warisan dunia. "Pengembangan Sangiran agar lebih baik, jangan sampai merusak situs itu sendiri seperti terjadi di Borobudur," katanya. (Sumber : kompas/eki_Tribun Kaltim_14 Juli 2008)


komentar

SITUS KUNO ABAD XIII DITEMUKAN DI MEDAN


MEDAN - Tim arkeolog Sumut menemukan situs kuno peninggalan abad ke-13 hingga 15 Masehi di tepi Sungai Kuala Terjun, Desa Terjun, Medan Marelan, sekitar 40 kilometer Utara Kota Medan. Tim yang terdiri dari Balai Arkeologi Medan, Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan (Pussis-Unimed) dan Museum Negeri Sumut itu menemukan ribuan pecahan keramik maupun porselin yang sudah ratusan tahun usianya.

Berdasarkan bentuk dan karakteristiknya dapat diperkirakan bahwa pada umumnya keramik itu berasal dari periode Dinasti Song (1127-1270 M) dan Yuan (1280-1360). Benda peninggalan itu berupa gerabah maupun porselin dari Guangdong, Minnan (Fujian), Jingdezhen (Jiangxi) dan Longquan (Zhejiang) yang memiliki banyak kemiripan dengan temuan di Kota Cina dan Yuan di Kota Rantang.

"Disamping itu, dalam jumlah kecil juga ditemukan Damar (dammar resin) di lokasi itu," kata Ketua Pussis Unimed, Dr Phil Ichwan Azhari, MS di Medan, pekan lalu.

Salah satu temuan yang berbeda adalah ditemukannya barang tembikar (earthenware) berwarna kuning dan bergaris (yellow-sliped ware) yang berbeda dengan temuan di Kota Cina. Kemungkinan tembikar tersebut adalah salah satu produk yang berbeda dengan temuan di Kota Cina Medan Marelan.

"Penemuan situs Terjun ini mengindikasikan eksistensi penduduk melalui jalur sungai pada saat kesibukan Kota Cina pada akhir abad ke-12, 13 dan permulaan abad ke-14," kata Phil.

Sementara Kepala Museum Negeri Sumut, Sri Hartati, mengatakan, kaitan Situs Terjun dengan Kota Rentang dan Kota Cina Medan Marelan menunjuk pada suatu periode sejarah yang saling berdekatan. Hal ini sekaligus menjadi bukti suatu kegiatan niaga yang sangat sibuk dan luar biasa pada zamannya di Timur Sumatera Utara.

"Temuan tembikar seperti yellow-sliped ware adalah produk lokal situs Terjun dimana masyarakatnya telah mampu membuat sebuah tembikar," katanya.

Eri Sudewo dari Balai Erkeologi Medan, mengatakan, keberadaan situs yang terletak pada 3 derajat Lintang Utara dan 98 derajat Lintang Timur itu telah dicoba untuk dijelajahi sebagaimana yang pernah dicatat oleh John Miksic (1979), namun belum berhasil. Sungai Terjun terhubung dengan Sungai Paluh Besar dan Sungai Belawan melalui sungai kecil di Canang sebelah Utara Kota Cina.

"Kondisi dan keadaan Sungai Terjun dewasa ini telah menghilangkan keraguan bahwa sungai tersebut merupakan pintu masuk menuju Pelabuhan Kota Cina di Paya Pasir," katanya. Hingga saat ini bel;um ada penelitian arkeologis dan historis yang intensif dan holistik untuk menggali sejarah dari situs tersebut. (Sumber : ANTARA_Tribun Kaltim_14 Juli 2008 )

MANUSIA JAWA PURBA DIDUGA PERNAH JELAJAHI EROPA





Kompas/RUDI BADIL
Beginilah bentuk Pithecanthropus erectus, karya tatahan Dubois sendiri. Tugu ini dibangun untuk memp

HANOVER- Pecahan tulang tengkorak yang ditemukan di sebuah tambang Jerman ternyata berasal dari Manusia Jawa, manusia purba yang sebelumnya diyakini merupakan penduduk asli Asia. Dengan penemuan itu, memicu spekulasi bahwa manusia purba Asia pernah menjelajah Eropa.

Alfred Czarnetzki, seorang profesor di Universitas Tuebingen, mengumumkan pekan lalu bahwa kerangka tersebut, yang ditemukan pada 2002, "usianya paling tidak 70.000 tahun" dan begitu mirip Manusia Jawa "sehingga boleh jadi merupakan kembarannya".

Tulang tengkorak itu berasal dari spesies Homo erectus, sedangkan manusia modern dikenal sebagai Homo sapiens, yakni manusia yang sudah berbudaya.

Manusia Jawa adalah nama yang diberikan kepada fosil yang ditemukan pada 1891 di Trinil, tepian Bengawan Solo. Fosil ini merupakan salah satu spesimen Homo erectus atau manusia purba berjalan tegak yang paling pertama dikenal.

Penemunya, Eugene Dubois, memberikan nama ilmiah Pithecanthropus erectus, sebuah nama yang berasal dari akar Yunani dan Latin yang berarti manusia kera berjalan tegak.

Karl-Werner Frangenberg, seorang pemburu fosil, menemukan bagian atas tengkorak pada 2002 di sebuah lubang batu di Leinetal dekat Hanover. Istrinya, yang memiliki hobi sama, menemukan bagian pelipis dua tahun kemudian.

Sama dengan fosil Trinil

Tulang belulang itu, yang kini diyakini merupakan kerangka manusia tertua yang pernah ditemukan di Jerman, saat ini dipamerkan di Museum Hanover.

Kerangka tertua Jerman sebelumnya adalah spesies lain, yakni Homo heidelbergensis, yang ditemukan pada 1907 dan berusia sekitar 600.000 tahun.

Czarnetzki mengakui kesulitan mengukur usia fosil secara tepat, namun dirinya merasa yakin dengan kesamaan pada penemuan fosil manusia purba di Jawa pada 1891.

"Penemuan ini mengindikasikan bahwa manusia purba Asia pernah menyebar ke Eropa," katanya, seraya menambahkan artikelnya mengenai penemuan tersebut telah diakui Journal of Human Evolution dan akan segera diterbitkan. Ia mengemukakan tak ditemukan DNA dalam pecahan tulang itu, namun ada jejak protein. (Sumber : ant_Tribun Kaltim-Senin, 21 Juli 2008 )

CAGAR BUDAYA BAWAH LAUT BABEL AKAN DISURVEI





PALEMBANG - Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata akan menyurvei lokasi kapal-kapal karam di perairan Provinsi Bangka Belitung. Survei itu dilakukan untuk mendapatkan catatan mengenai kapal dan muatannya yang sesungguhnya merupakan benda cagar budaya.


"Selama ini, pencarian harta bawah laut di perairan Bangka Belitung hanya berorientasi pada nilai barang temuan, tanpa peduli dengan nilai ilmu pengetahuannya. Akibatnya, barang yang diangkat langsung diperdagangkan tanpa sempat didata terlebih dahulu," kata Direktur Arkeologi Bawah Air Surya Helmi di sela-sela "Seminar Internasional Peradaban Kerajaan Sriwijaya: Kebangkitan Kerajaan Bahari di Palembang", Rabu (16/7).

Menurut Surya, perairan Bangka Belitung merupakan alur pelayaran yang ramai pada ratusan tahun lalu. Keterbatasan peralatan navigasi dan kekuatan kapal membuat banyak kapal-kapal yang tenggelam di perairan tersebut.

Sebuah catatan kuno mengenai pelayaran di China, terdapat lebih dari 30.000 kapal yang berangkat dari negeri tersebut tidak kembali lagi. Sebagian dari kapal tersebut diperkirakan melalui perairan Bangka Belitung yang terkenal banyak karang sehingga membuat kapal kandas dan tenggelam.

"Potensi kapal yang tenggelam di perairan Bangka Belitung yang dangkal sangat besar, jadi pemerintah akan menyelamatkan untuk ilmu pengetahuan. Jika mendapat persetujuan dari Menristek, maka survei akan segera dimulai September mendatang," ujar Surya.

Menurut Surya, pihaknya akan bekerja sama dengan salah satu lembaga asal Portugis yang sudah berpengalaman melakukan penelitian kapal-kapal kuno yang tenggelam ratusan tahun lalu. Mereka memiliki kemampuan melakukan penelitian di laut dengan kedalaman lebih dari 50 meter, sedangkan ahli arkeologi Indonesia saat ini terbatas pada laut dengan kedalaman tidak sampai 50 meter.

Perdagangan marak

Surya juga mengutarakan, saat ini pencarian benda-benda muatan kapal yang tenggelam secara liar di Bangka Belitung masih marak. Bahkan, nelayan di daerah tersebut menjadikan kegiatan mengumpulkan benda dan informasi yang terkait sisa kapal menjadi mata pencarian.

"Bahkan investor banyak yang memburu informasi titik penemuan benda atau kapal dengan bukti atau tanpa bukti. Harga informasi relatif tinggi, mencapai Rp 100 juta hingga Rp 150 juta," ujar Surya.

Namun, dia heran karena investor sangat antusias membeli informasi meskipun belum ada pemburu harta bawah laut yang berhasil mendapatkan muatan kapal tenggelam dari informasi yang dibeli. Selain itu, penjual informasi biasanya memberikan kepada beberapa pemburu harta karun.

Namun, Surya berharap setiap pemburu harta tetap memenuhi aturan untuk memberikan kesempatan pertama kepada pemerintah untuk memilih bagian 50 persen terlebih dahulu. Selain itu, memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mendata muatan kapal yang sebenarnya merupakan benda-benda cagar budaya.

Kerajaan Sriwijaya

Menyangkut materi seminar Kerajaan Sriwijaya, Kepala Balai Arkeologi Palembang Nurhadi Rangkuti mengatakan, kebesaran kerajaan maritim Sriwijaya pada masa lalu perlu menjadi acuan bagi bangsa Indonesia di masa kini, khususnya dalam memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional. Kerajaan Sriwijaya berhasil menjadi kerajaan yang kuat selama beberapa abad karena sifat baharinya.

Seminar itu diikuti para pakar sejarah, kebudayaan, dan arkeologi dari Indonesia dan mancanegara, seperti Malaysia, China, Thailand, dan Inggris.

Nurhadi Rangkuti mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya bisa kuat dan bertahan selama ratusan tahun karena mengandalkan budaya maritim.

"Sekarang, bangsa Indonesia perlu melestarikan budaya maritim tersebut untuk menjadi bangsa yang kuat dan disegani bangsa-bangsa lain," ujarnya. (Sumber : KEN/BOY/WAD-Tribun Kaltim_26 Juli 2008)

Manusia Neanderthal Taklukkan Mammoth Dengan Batu



Puluhan artefak batu yang sisi-sisinya tajam sepeti pisau mungkin senjata andalan manusia Neanderthal yang hidup puluhan ribu tahun lalu. Tidak mustahil kalau mereka menggunakannya untuk menaklukkan mammoth, badak berambut, atau kuda saat itu.

Temuan ini semakin menguatkan pendapat bahwa mereka sepintar manusia modern meski hidup ratusan ribu tahun lebih dulu. Manusia Neanderthal hidup di daratan Eropa dan menyebar hingga ke sebagian Asia sejak 230.000 tahun lalu. Namun, berdasarkan temuan fosil, mereka menghilang sejak 20.000 tahun lalu atau beberapa ribu tahun sejak manusia modern berkembang.

Peralatan-peralatan purba tersebut ditemukan di situs arkeologi yang disebut Beedings di West Sussex, Inggris sejak awal 1900-an. Namun, selama bertahun-tahun artefak-artefak tersebut tak diminati karena sempat dianggap sebagai artefak palsu.

Hasil analisis terkini yang dilakukan Roger Jacobi dari Museum Inggris menunjukkan bahwa peralatan tersebut mungkin benar milik manusia Neanderthal. Dalam proyek penelitian Ancient Human Occupation of Britain yang didanai English Heritage itu ia berhasil membuktikan bahwa peralatan-peralatan tersebut mirip dengan peralatan sejenis berusia 35.000-40.000 tahun yang ditemukan di utara Eropa.

Temuan Jacobi didukung Dr Matthew Pope, arkeolog dari University College London yang baru-baru melakukan penggalian di situs yang sama. Pope dan timnya menemukan peralatan lain di lapisan lebih dalam yang juga diperkirakan peninggalan manusia Nenaderthal.

"Penggalian yang kami lakukan membuktikan bahwa material yang ditemukan itu benar asli dan berasal dari pecahan batuan lokal," ujar Pope. Kebanyakan peralatan berukuran panjang dan meruncing sehingga diperkirakan sebagai ujung tombak.

Pada peneltian berikutnya, Pope berharap dapat mempelajari jejak Neanderthal di bagian tenggara Inggris. Jika artefak yang ditemukan mirip di sejumlah lokasi penggalian dapat dipastikan bahwa peradaban manusia Neanderthal tidak kalah dengan makhluk tercerdas, Homo sapiens. (Sumber : Tribun Kaltim_26 Juli 2008)

SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN MASIH DILEMATIK





KOMPAS-ARDUS SAWEGA
Tanduk kerbau purba sepanjang dua meter ini tersimpan di Museum Sangiran.

SRAGEN - Saat ini tidak ada aktivitas penggalian fosil manusia purba di situs Sangiran, Jawa Tengah. Yang ada pembangunan museum senilai Rp25 miliar. Ke depan Situs Manusia Purba seluas 56 km persegi itu diharapkan menjadi obyek wisata budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi dan pendidikan yang dapat dibanggakan.

Kepala Balai Pelestarian Manusia Purba Sangiran Dr Harry Widiyanto mengatakan, Situs Sangiran masih dihadapkan pada beberapa persoalan yang dilematik. Potensi yang dimiliki menghadapi ancaman yang disebabkan oleh proses alam dan kegiatan manusia. Ini terjadi karena areal situs yang relatif luas dan terbuka, penduduknya banyak dan mereka menguasai tanah yang banyak fosilnya.

"Ada 175.000 jiwa penduduk yang bermusim di areal Situs Sangiran," kata Harry, Minggu (27) di Sangiran.

Situs Sangiran telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage) oleh UNESCO pada tahun 1996. Sangiran mempunyai nilai penting bagi sejarah geologi di Indonesia, dan terpenting di dunia, karena mencakup lapisan stratigrafi dari 2 juta sampai 200.000 tahun yang lalu. Hal ini merupakan data terpenting untuk mengungkapkan proses evolusi manusia purba, budaya dan lingkungannya.

Harry menjelaskan, 175.000 jiwa warga yang tinggal di kawasan situs itu umumnya miskin. Punya sedikit lahan pertanian sawah tegalan, tapi hanya bisa diolah saat musim hujan. Musim kering sekarang, sejumlah warga mengaku gagal panen, karena tanaman padi merangas dan mati. "Bertani hanya kerugian yang didapat, tanah pun tak bisa diolah untuk keperluan lain," kata Sutini, warga Krikilan, Sangiran.

Kepala Balai Pelestarian Manusia Purba Sangiran itu menegaskan, walau warga punya hak atas tanah, namun mereka tak bisa menggunakannya selain untuk bertani. "Kadang jika musim hujan tiba, longsor sering terjadi. Dan pernah ditemukan fosil-fosil binatang purba. Diakui, ada juga warga yang menemukan fosil manusia purba, dan kini mereka terjerat kasus yang tengah digelar di pengadilan.

"Saya dua minggu lalu jadi saksi ahli kasus jual beli fosil manusia purba. Sekarang, kalau pun ada fosil yang diserahkan, tak tertutup juga kemungkinan ada yang menjualnya. Mungkin, ini misal, dari dua yang diserahkan, lima fosil lolos. Di internet fosil manusia purba ada yang ditawarkan hingga Rp3 miliar," papar Harry.

Menurut Harry fosil diperjualbelikan bisa mendatangkan uang cepat, sedangkan kalau diserahkan ke pemerintah prosesnya bisa sampai tiga bulan. "Terakhir ada warga yang temukan fosil buaya dan kerbau purba. Penemunya peroleh uang ganti rugi dari pemerintah masing-masing Rp5 juta," ungkapnya.

120 Fosil Homo Erectus

Tentang fosil manusia purba, sampai sekarang kata Harry sudah ditemukan di Situs Sangiran sebanyak 120 fosil Manusia Homo Erectus yang relatif utuh. Sementara jumlah fosil secara keseluruhan yang ditemukan di Situs Sangiran sejak 1936 berjumlah sekitar 14.000 fosil, yang sebagian kecil dipamerkan di ruang pameran dan sebagian besar lainnya di simpan di gudang.

Di Museum Sangiran tidak ada fosil manusia purba yang dipamerkan, kecuali fosil binatang-binatang purba yang hidup di darat dan fosil binatang laut. Sejumlah fosil manusia purba disimpan di Museum Geologi Bandung dan Laboratorium Palaeoanthropologi Yogyakarta.

Menurut Harry untuk mendukung upaya pelestarian dan pembangunan kawasan Situs Sanggiran sebagai Pusat Informasi Manusia Purba Dunia (berskala internasional), telah disusun Master Paln Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Situs Sangiran yang dilaksanakan tahun 2005 dan 2006. Berdasarkan hasil studi, telah diidentifikasi 4 klaster penting, yakni klaster Krikilan, Ngebung, Bukuran, dan Klaster Dayu. (Sumber : NAL/kompas_Tribun Kaltim_Minggu, 27 Juli 2008 )

Friday, August 29, 2008

BANGKAI "MONYET DARI MARS" DIPAMERKAN DI GEORGIA

DECATUR, GEORGIA - Setiap museum tentu mempunyai barang-barang khas-nya sendiri untuk dipamerkan kepada publik. Namun, apa yang dimiliki dan dipamerkan di sebuah museum milik Georgia Bureau Investigation (GBI), AS ini sungguh luar biasa. Monyet dari Planet Mars!

Jasad monyet berwarna putih pucat itu diawetkan dan ditempatkan dalam stoples kaca di museum mini tersebut. Saat melihat monyet mars ini ingatan para pengunjung pasti langsung terbawa pada kehebohan mengenai cerita tentang datangnya UFO, 55 tahun silam.

Ceritanya begini. Saat histeria UFO menyelimuti AS kala itu, tiga pemuda justru membuat heboh dengan merekayasa seekor monyet mati. Mereka memotong ekor monyet tadi, lalu melaburinya dengan krim perontok rambut. Setelah itu bangkai tadi diberi warna hijau.

Kemudian sebelum fajar tanggal 8 Juli 1953, "prakarya" itu ditinggalkan di sebuah kawasan ruas jalan di Atlanta utara. Pada permukaan jalan, di sekitar bangkai monyet itu pun dibuat semacam bekas bakaran berbentuk melingkar dengan menggunakan obor las. "Jika saja kami tiba lima menit lebih awal, pasti mereka bisa langsung kami ringkus," kata Sherley Brown, petugas polisi yang bertugas kala itu.

Ketiga pelaku yang belakang diidentifikasi sebagai Edward Watters dan Tom Wilson serta Arnold Payne sempat membual dengan mengatakan melihat piring terbang dengan cahaya kemerahan, pada malam ditemukannya monyet itu.

Mereka pun bilang bahwa saat itu terlihat sejumlah mahkluk berbadan tinggi berjalan cepat. Salah satu dari pemuda tersebut pun sempat melakukan serangan dengan menabrakkan mobil ke arah mereka. Satu makhluk luar angkasa lantas tertabrak. Sesaat kemudian, makhluk yang lain kembali masuk ke dalam piring terbang, dan meninggalkan jalan raya.

Sebelum kembali ke rumah, Brown yang malam itu bertugas sempat melaporkan kejadian aneh tersebut ke kantornya. "Setelah itu bunyi telepon terus berdering dan menanyakan kabar tersebut ke kantor kami," kata Brown yang sudah pensiun sejak tahun 1985 silam.

Cerita rekayasa itu tentu menjadi semakin menghebohkan, sebab sehari sebelumnya sejumlah warga Atlanta mengaku melihat benda luar angkasa terbang di langit. Nah, mayat monyet itu pun sempat disebutkan oleh seorang ahli peternakan sebagai makhluk luar angkasa.

Kehebohan semakin bertambah, saat sebuah koran setempat menempatkan berita ini sebagai berita utama lengkap dengan sketsa makhluk luar angkasa sesuai dengan penuturan ketiga pemuda jahil tadi.

Tapi, tak lama kemudian kekusutan itu mulai terurai. Dr Herman D Jones selaku pendiri dan direktur laboratorium GBI dan Dr. Marion Hines seorang profesor anatomi dari Universitas Emory, melakukan pemeriksaan terhadap bangkai tersebut. Mereka menyimpulkan bangkai monyet itu hanya olok-olok belaka.

Akhirnya, ketiga pemuda kurang kerjaan itu ditangkap untuk kemudian dikenakan denda sebesar 40 dollar AS, dengan tuduhan mengganggu jalur jalan raya. Namun, hingga saat ini tak jelas dari mana monyet itu mereka peroleh. Monyet itulah yang kini dipajang di Georgia dengan sebutan "Monyet dari Mars". (Sumber : kompas.com_Tribun Kaltim_Rabu, 30 Juli 2008 )

CATUR KUNO KHAS MESIR DITEMUKAN DALAM MAKAM 5000 TAHUN






DIRECTMEDIA Publishing GmbH.

Ratu Nefertari tengah bermain Senet dilukis dalam dinding makam ratu Mesir yang berkuasa antara 1295

KAIRO - Misi penggalian arkeologi Mesir menemukan sebuah makam raja berusia 5.000 tahun di bagian selatan Mesir seprti kantor berita Mesir MENA Rabu (6/8). Makam tersebut ditemukan di kawasan Umm el-Ga'ab, sebelah selatan kota bersejarah Abydos, provinsi Sohag, sekitar 400 kilometer arah selatan Kairo.

Makam, yang berisi 13 kuburan, itu diyakini milik para pegawai senior kerajaan atau orang-orang yang memberi kontribusi bagi pembangunan makam tersebut. Dewan Tinggi Benda Purbakala Mesir juga menemukan suatu alat permainan Mesir kuno yang disebut "Senet" menyerupai alat permainan catur.

MENA melaporkan, ini merupakan alat permainan "Senet" kedua yang pernah ditemukan. Alat permainan Mesir kuno serupa ditemukan pertama kali di makam Raja muda Tutankhamen di dekat kota Luxor, bagian selatan Mesir. (Sumber : ant_Tribun Kaltim_Rabu, 6 Agustus 2008 )

EMPAT UNIVERSITAS EKSKAVASI SITUS TROWULAN

IST
Situs Arkeologi Trowulan

MOJOKERTO - Empat universitas, yakni Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Udayana, untuk pertama kalinya di Indonesia melakukan penggalian arkeologi secara bersama di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jatim.

Penggalian atau ekskavasi yang menurut Penanggung Jawab Penelitian Arkeologi Terpadu atau PATI I DR. Irma M Johan dilakukan sejak 1 Agustus itu, ditujukan untuk mengungkapkan dimana sebetulnya lokasi kedaton Majapahit.

Ekskavasi yang akan dilakukan hingga 11 Agustus mendatang itu, hingga Senin (4/8), telah berhasil menemukan batas-batas tembok yang berada pada kedalaman antara satu meter hingga tiga meter di bawah permukaan tanah. Sejauh ini telah dilakukan penggalian 20 lubang berukuran 1,5 X 1,5 meter persegi dengan kedalaman antara 1-3 meter pada sebuah bidang tanah milik Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala atau BP3 Jatim.

Temuan bangunan yang diduga sebagai batas-batas tembok kedaton itu cukup menggembirakan karena paling tidak sesuai dengan uraian dalam Nagarakrtagama yang di antaranya menyebutkan kedaton dikelilingi dan disekat-sekat oleh tembok pembatas. Namun, umur batas-batas tembok yang terdiri atas sejumlah lapisan susunan batu bata itu belum bisa ditentukan berasal dari tahun berapa.

Irma yang juga Ketua Departemen Arkeologi Universitas Indonesia menjelaskan, sebetulnya perimeter ekskavasi itu luas totalnya 1 X 1 km2. Namun, belum semua titik bisa dilakukan penggalian karena status tanah yang milik warga. (Sumber : INK_Tribun Kaltim_Senin, 4 Agustus 2008)

LOKASI KEDATON MAJAPAHIT DICARI DI SITUS TROWULAN

IST
Situs Arkeologi Trowulan

MOJOKERTO - Proses penggalian atau Ekskavasi untuk mengungkap lokasi kedaton di situs Trowulan dengan luas total 1x1 kilometer persegi yang dilakukan sejak lima hari lalu belum menghasilkan perkembangan signifikan. Penanggung Jawab Penelitian Arkeologi Terpadu atau PATI I DR. Irma M. Johan, memastikan hal itu Selasa (5/8) siang.

Ekskavasi tersebut dibiayai Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo. Analisa temuan akan dilakukan pada bulan Oktober 2008 dan pelaporan serta publikasi hasil temuan akan dilakukan pada November 2008.

Direktur PATI I, Niken Wirasanti menjelaskan, ekskavasi pertama kalinya di Indonesia yang dilakukan bersama empat universitas itu diikuti oleh 20 dosen dan 80 mahasiswa. Ia menjelaskan, hasil penelitian nantinya akan didokumentasikan di Pusat Informasi Majapahit, Trowulan, Mojokerto.

"Kerajaan Majapahit yang ada pada abad 13 hingga 15 dan secara sosial politik berjaya di masa itu pastilah juga mengalami perubahan-perubahan. Bukan tidak mungkin, selama masa itu terjadi pula perubahan pusat pemerintahan," ujar Niken. Ia menjelaskan, tumpang tindihnya informasi selama ini perihal lokasi kedaton di situs Trowulan akan coba diurai dalam ekskavasi kali ini.

Selain ditujukan untuk mengungkapkan lokasi persis kedaton situs Trowulan, ekskavasi bersama itu juga dimaksudkan untuk menyamakan metode dan standar kompetensi arkeolog. "Banyak manfaatnya bagi kami. Ini sangat bagus untuk standardisasi," kata I Nyoman Wardi, Ketua Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Bali.

Ketua Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar, DR. Anwar Thosibo mengutarakan pengungkapan lokasi kedaton situs Trowulan bermanfaat untuk menemukan sampai seberapa jauh kaitan antara Majapahit dengan kerajaan lainnya di Indonesia. "Soalnya, saya melihat ada kesamaan antara terakota yang ditemukan di lokasi ini dengan yang ada di Makassar," katanya. (Sumber : Ingki Rinaldi_Tribun Kaltim_Rabu, 6 Agustus 2008)

BAYI KELUARGA TUTANKHAMUN DIUJI DNA


EGYPTIAN SUPREM COUNCIL
Salah satu dari dua mummi bayi
yang ditemukan dalam makam
Firaun Tutankhamun.


Arkeolog Inggris, Howard Carter, menemukan mumi bayi-bayi itu saat ia membongkar makam Tutankhamun tahun 1922. Para arkeolog menduga mereka adalah anak-anak dari Firaun muda itu, tapi ibu mereka belum diidentifikasi.

Banyak peneliti yakin ibu mereka adalah Ankhesenamun, satu-satunya istri raja muda itu yang diketahui. Ankhesenamun adalah putri Nefertiti yang terkenal karena kekuasaan dan kecantikan.

"Untuk pertama kalinya kita akan bisa mengidentifikasi keluarga Raja Tut," ujar Zahi Hawass, pimpinan Dewan Tinggi Purbakala Mesir. "Dan ini bisa membawa kita pada penemuan mumi Nefertiti."

Tutankhamun yang lahir tahun 1341 sebelum Masehi wafat kurang dari satu dekade setelah dinobatkan sebagai raja pada usia delapan atau sembilan tahun.

Nefertiti memiliki enam putri hasil pernikahannya dengan Firaun Akhenaten, penguasa yang meninggalkan dewa-dewa tradisional untuk memeluk satu Tuhan selama pemerintahannya tahun 1350 hingga 1334 sebelum Masehi. Namun, mumi ratu itu tidak pernah diidentifikasikan.

Uji DNA dan CT-scan yang dilakukan di Universitas Cairo akan selesai Desember mendatang. Ini adalah bagian dari usaha Mesir untuk mengidentifikasi semua mumi kerajaan dengan DNA dan CT-scan. Tutankhamun adalah salah satu mumi pertama yang dipelajari dengan teknologi tersebut pada tahun 2005. (Sumber : WSN/BBC_Tribun Kaltim_Kamis, 7 Agustus 2008 )

BATU BATA MAJAPAHIT DILAPORKAN KE TROWULAN


BOJONEGORO -Temuan batu bata peninggalan Kerajaan Mojopahit di Dusun Prajekan, Desa Jelu, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro Jawa Timur dilaporkan ke Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan Mojokerto.

"Laporan ke BP3 sedang kami susun, intinya agar ada tindak lanjut hasil temuan batu bata itu," kata Kasubdin Pariwisata dan Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudaya Bojonegoro, Imam Wahyu Santoso, di Bojonegoro, Kamis.

Ia mengaku belum tahu langkah BP3 Trowulan Mojokerto menyikapi laporan itu, tapi paling tidak BP3 Trowulan hendaknya turun ke lapangan, sekaligus merekomendasi tindakan selanjutnya atas temuan batu bata itu.

"Dari hasil penelitian sementara, batu bata yang memiliki ketebalan 5 cm, panjang 35 cm dan lebar 16 cm itu merupakan peninggalan batu bata di zaman Majapahit," katanya.

Ciri-ciri khas yang memastikan batu bata itu berasal dari masa Kerajaan Mojopahit, karena ada tanda gambar "kluwung" atau pelangi.

"Batu bata itu lebih besar dibandingkan batu bata di zaman sekarang (tebal 5 cm, panjang 24 cm, dan lebar 10 cm). Batu bata itu biasa dimanfaatkan untuk bangunan candi pemujaan seperti yang ada di sejumlah lokasi di Mojokerto dan juga tempat lainnya," katanya.

Batu bata itu ditemukan seorang penambang pasir bernama Kasim yang juga warga setempat. "Dia menemukan ketika musim penghujan yang lalu. Saat menambang pasir di sungai, dia tahu ada tumpukan batu bata yang semula tertutup menjadi terlihat akibat tebing sungai longsor tergerus air hujan," katanya.

Menurut dia, tumpukan batu bata itu memiliki ketinggian 1 meter, panjang 1,5 m dan lebar 60 cm, tapi sebagian lainnya masih tertutup tanah di belakang rumah Warsid di tepi tebing sungai yang longsor itu.

"Berdasarkan penjelasan warga, di lokasi sungai itu sering ditemukan tulang hewan yang sudah menjadi fosil. Seperti temuan tulang hewan tujuh tahun yang lalu dengan panjang lima meter lebih yang sudah menjadi fosil, tetapi temuan tulang binatang purba itu sudah dijual," katanya. (Sumber : ANT_Tribun Kaltim_Kamis, 7 Agustus 2008 )

FOSIL MURAH DARI eBAY TERNYATA SPESIES BARU


IST/Richard H
Fosil serangga dalam batu amber ini hanya dibeli dari
eBay seharga 20 Poundsterling atau sekitar Ro3



SEORANG ilmuwan yang membeli secuplik fosil serangga dalam resin yang membatu (amber) tak pernah menyangka bahwa hewan tersebut spesies baru. Apalagi, ia hanya membelinya seharga 20 Poundsterling atau sekitar Rp320.000.

Dr Richard Harrington, wakil presiden Masyarakat Entomologi Kerajaan Inggris membeli fosil tersebut dari seseorang di Lithuania. Melihat keunikannya, ia kemudian mengirimkannya kepada koleganya, Profesor Ole heie, pakar fosil serangga di Denmark untuk dipelajari.

Setelah diidentifikasi, baru diketahui bahwa serangga tersebut merupakan spesies baru meskipun telah punah saat ini. Serangga tersebut kemudian diberi nama ilmiah Mindarus harringtoni.

"Ia menemukan bahwa serangga tersebut belum pernah dideskripsikan sebelumnya," ujar Dr. Harrington. Serangga tersebut memiliki panjang tubuh antara 3-4 cm dan diperkirakan telah teperangkap dalam amber selama 40-50 juta tahun lalu.

Selama hidupnya serangga tersebut memangsa tumbuh-tumbuhan jenis Pinites succinifer. Tumbuhan tersebut juga sudah punah saat ini. (Sumber : WAH/BBC_Tribun Kaltim_Jumat, 22 Agustus 2008 )

C)

TERBUKTI GURUN SAHARA PERNAH HIJAU


NATONAL GEOGRAPHIC
Arkeolog National Geographic Chris Stojanowski
meneliti makam seorang perempuan dan anaknya di Sahar

Pemakaman Kuno Berusia 5.000 Tahun Ditemukan

WASHINGTON - Seorang perempuan bertubuh kecil dan dua anak dibaringkan di hamparan bunga saat meninggal 5.000 tahun lalu di lokasi yang saat ini menjadi Gurun Sahara nan tandus.

Lengan kecil anak-anak itu masih menggandeng sang perempuan dalam pelukan abadi saat para peneliti menemukan tulang-belulang mereka di makam yang menjadi bukti adanya dua peradaban yang pernah ada di sana saat wilayah tersebut masih hijau.

Paul Sereno dari Universitas Chicago dan rekan-rekannya sedang mencari fosil dinosaurus di Niger, Afrika, saat mereka menemukan makam itu. "Bagian dari penemuan adalah mendapatkan hal-hal yang tidak pernah Anda duga," katanya.

Sekitar 200 makam manusia ditemukan selama penggalian di lokasi tersebut, pada 2005 hingga 2006. Didapatkan juga tulang-belulang hewan, ikan besar, dan buaya. "Ke manapun Anda menengok, Anda akan mendapatkan tulang-tulang hewan yang tidak hidup di gurun," ujar Sereno. "Kita sedang berada di tempat yang dahulu hijau."

Kuburan itu tersibak oleh angin gurun yang panas. Lokasinya diduga merupakan bekas danau yang dahulu dihuni orang. Ia berada di wilayah yang disebut Gobero, tersembunyi di Gurun Tenere yang ganas, yang oleh bangsa pengembara Tuareg disebut sebagai "gurun di dalam gurun".

Sisa-sisa manusia itu berasal dari dua populasi berbeda yang hidup di sana saat musim basah. Para peneliti menggunakan penanggalan radio karbon untuk menentukan kapan orang-orang itu hidup di sana. Mereka mendapati, tulang termuda usianya sekitar 1.000 tahun sebelum pembangunan piramid di Mesir.

Adapun kelompok pertama yang tinggal di sana disebut bangsa Kiffian. Mereka berburu hewan dan ikan menggunakan tombak. Mereka hidup saat Sahara berada dalam kondisi paling basah, antara 10.000 dan 8.000 tahun lalu. Dikatakan para peneliti, warga Kiffian berpostur tinggi, kadang lebih dari 1,8 meter.

Kelompok kedua adalah orang Tenerian yang hidup di wilayah itu antara 7.000 dan 4.500 tahun lalu. Mereka lebih kecil dan hidup dengan berburu, mencari ikan, dan memelihara ternak.

Makam-makam mereka sering kali berisi perhiasan atau benda-benda ritual. Jenazah seorang gadis misalnya, berhias gelang yang diukir dari gigi kuda nil. Sementara seorang pria Tenerian dewasa dimakamkan dengan kepala di atas bejana tanah lempung, dan pria lain menggunakan tempurung kura-kura sebagai bantal.

Sisa-sisa serbuk sari menunjukkan, perempuan dan dua anak itu dimakamkan di atas hamparan bunga. "Pada awalnya sulit membayangkan dua kelompok yang berbeda memakamkan warganya di tempat yang sama," ujar anggota tim Chris Stojanowski, seorang bioarkeolog dari Universitas Negeri Arizona.

Stojanowski mengatakan, tulang paha orang-orang Kiffian menunjukkan mereka memiliki otot kaki yang kuat, yang memunculkan dugaan mereka makan banyak protein dan memiliki gaya hidup aktif. "Mereka sepertinya sangat sehat. Sangat sulit tumbuh sebesar itu dengan otot kuat tanpa nutrisi yang baik," paparnya.

Di lain pihak, tulang pria Tenerian menunjukkan mereka kurang tegap dan mungkin hanya memburu ikan dan hewan yang lebih kecil dengan peralatan berburu yang lebih maju, ungkap Stojanowski.

Helene Jousse, seorang arkeolog dari Museum Sejarah Alam di Wina, Austria, melaporkan bahwa tulang hewan yang dijumpai di sana sejenis dengan tulang hewan-hewan yang saat ini hidup di Serengeti, Kenya, seperti gajah, jerapah, dan babi liar. (Sumber : AP_Tribun Kaltim_Minggu, 24 Agustus 2008 )

PERAHU KUNO BENGAWAN SOLO TERANCAM DIJUAL


BOJONEGORO - Perahu kuno yang ditemukan di Bengawan Solo tepatnya di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro, Jawa Timur, terancam dijual kepada penjual barang bekas.

"Kalau memang tidak ada perhatian dari Pemkab Bojonegoro ya saya jual sebagai barang bekas, uangnya dibagi kepada warga yang ikut mengangkat, " kata Koordinator warga Desa Banjarsari, Lugito (43) yang memimpin pengangkatan perahu itu, Minggu (24/8).

Perahu kuno yang terbuat dati gabungan besi dan kayu tersebut, panjangnya mencapai delapan meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi lebih dari satu meter. Warga berhasil mengangkat dari dasar sungai setempat, Sabtu (23/8).

Tetapi, badan kayu bagian depan sepanjang empat meter, sudah hancur hanya tinggal patahan beberapa kayu. Sedangkan badan besi sepanjang empat meter masih utuh dilengkapi dengan baling-baling. Dari hasil pengamatan warga, baling-baling perahu itu bahannya dari kuningan, sedangkan lainnya dari tembaga.
Sedangkan paku di kayu perahu tersebut bahannya dari baja.

Perahu itu, awalnya diketahui seorang warga setempat yang sedang menjala ikan di Bengawan Solo. Ketika jalanya ditebarkan, tidak bisa diangkat dan setelah diselami ternyata menyangkut di baling-baling perahu yang posisinya terbalik di tengah-tengah dasar Bengawan Solo.

Sayangnya, Lugito dengan warga lainnya yang seharian ini membersihkan badan perahu termasuk baling-baling belum berhasil menemukan tulisan yang menandakan pembuatnya atau pemilik perahu. Hanya diperkirakan, perahu tersebut merupakan perahu patroli Belanda atau Jepang.

"Kisah orang-orang tua dulu, ketika perang Kemerdekaan selain jembatan Kali Kethek dihancurkan tentara Republik juga perahu milik Belanda banyak yang dibakar, "kata Lugito yang juga anggota Kodim 0813 Bojonegoro itu.

Menurut Lugito, kalau memang perahu itu dianggap benda yang memiliki nilai bersejarah, tidak menjadi masalah kalau diserahkan Pemerintah. Lugito mengaku sudah melaporkan temuan perahu itu, kepada Polsek Kecamatan Kota Bojonegoro juga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Setelah perahu berhasil diangkat, sekarang ini ditempatkan di tepi Bengawan Solo di desa setempat dan menjadi tontonan warga.

"Secara pasti kami belum mendapakan petunjuk dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, hanya kabarnya perahu ini bukan termasuk benda kuno yang memiliki nilai sejarah, " katanya. (Sumber: ANT-Tribun Kaltim-Minggu, 24 Agustus 2008)